PERISTIWA BANDAR BETSY



Monumen


Sebelum penculikan dan pembunuhan enam jenderal dan satu perwira TNI AD, ada satu peristiwa keji yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1965 silam. Kala itu, seorang anggota TNI berpangkat Pembantu Letnan Satu (Peltu) bernama Soedjono gugur dibantai ratusan anggota PKI di perkebunan karet Bandar Betsy, Simalungun, Sumatera Utara.

Pembantaian yang terjadi 14 Mei 1965 itu dikenal dengan nama ‘Peristiwa Bandar Betsy’. Tiga sayap organisasi PKI yaitu Buruh Tani Indonesia (BTI), Pemuda Rakyat (PR), dan Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) melancarkan aksi sepihak karena keinginan menguasai tanah negara di berbagai daerah di Indonesia. Salah satu targetnya adalah lahan kebun karet milik Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) IX Bandar Betsy. Mereka menangkap, menyiksa, dan membunuh Peltu Soedjono, anggota TNI yang bertugas menjaga perkebunan tersebut.

Penganiayaan terhadap Peltu Soedjono bermula setelah anggota BTI berjumlah sekitar 200 orang berkumpul di tanah perkebunan Bandar Betsy tepatnya di Balai Sumber Sari. Mereka sepakat merebut lahan perkebunan dengan cara paksa. Di area perkebunan mereka lalu menanam berbagai jenis tanaman seperti ubi, pisang, dan jagung. Peltu Soedjono bersama tiga orang anggotanya lalu datang ke kebun tersebut untuk mengecek traktornya yang terjebak kubangan lumpur.

Setelah itu ia kembali melakukan patroli dan melihat anggota BTI ramai melakukan proses penanaman. Peltu Soedjono lalu melarang mereka, salah seorang anggota BTI berupaya merampas helm yang dipakainya. Ia kemudian memukul anggota BTI tersebut dengan tongkat. Tidak terima dengan perlakuan itu, anggota BTI marah dan kemudian balik menyerang Peltu Soedjono dengan cara memukulnya dari belakang sehingga membuatnya terjatuh. Para anggota BTI yang lain kemudian beramai-ramai datang mencangkul dan menghujamkan berbagai peralatan ke tubuh Peltu Soedjono.

Peltu Soedjono akhirnya tewas mengenaskan di tengah kebun negara yang dijaganya. Melihat kejadian itu, tiga anggotanya pergi melarikan diri. Sementara anggota BTI bersorak-sorak atas kematiannya. Tidak lama kemudian, polisi datang ke lokasi dan mengamankan anggota BTI yang berada di lokasi tersebut. Jasad Peltu Soedjono kemudian dibawa ke RSU Kebun Laras untuk diotopsi dan selanjutnya dimakamkan.

Kematian tragis Peltu Sudjono ini ternyata tersiar hingga ke ibukota. Mendengar kabar itu, Jenderal Ahmad Yani marah besar. Ia memerintahkan kasus itu diusut tuntas. Kemarahan itu diungkapkannya saat menghadiri HUT Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) tanggal 15 Juli 1965 di Jakarta. "Bisa timbul anarki dalam negara kalau kasus ini dibiarkan!", ujar Jenderal Ahmad Yani kala itu.

Atas pengorbanannya pangkat Peltu Soedjono dinaikkan menjadi Letnan Dua (Letda), namanya kini diabadikan menjadi salah satu nama jalan besar di Kota Medan. Untuk mengenang peristiwa ini, pemerintah juga membangun sebuah monumen mirip Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Jakarta. Pada monumen tersebut terdapat 8 buah patung, salah satunya adalah patung Letda Soedjono. Monumen ini berlokasi di tengah perkebunan karet Bandar Betsy Kecamatan Bandar Huluan, Kabupaten Simalungun, yang kini menjadi milik PTPN III. Untuk menuju ke lokasi bisa ditempuh sekitar 3-4 jam melalui perjalanan darat dari Kota Medan, ibukota Sumatera Utara. Sedangkan dari kampung saya jaraknya hanya 15.3 km atau sekitar 45 menit perjalanan.

Monumen ini sering dijadikan tempat upacara bagi Kodam I Bukit Barisan maupun Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam rangka memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Pada era Orde Baru mantan Presiden Soeharto dan wakilnya pernah beberapa kali berkunjung ke monumen ini. Sayangnya, keberadaan monumen ini belum mendapat perhatian serius dari pemerintah setempat. Kondisinya yang tidak terawat dan minimnya fasilitas umum membuat masyarakat enggan untuk berkunjung. Masyarakat setempat juga sering mengaku melihat dan merasakan penampakan gaib di sekitar monumen ini.

Posting Komentar

0 Komentar