![]() |
| Tentara Pelajar |
Pertempuran di Jambangan 4 km dari Gundih pada 14 Juni 1949, rupanya telah menambah keyakinan Letnan Kolonel Siswosulastro Sudiarto bahwa pasukannya lebih dari cukup untuk melakukan ofensif terhadap kedudukan Belanda di Semarang. Tekadnya untuk merebut kembali Semarang semakin mantap setelah memperoleh kemenangan gemilang dalam pertempuran seharian penuh itu.
Brigjend Purn Sawarno yang kompinya ikut dalam pertempuran tersebut pada artikel di Album Ke IV Perang Kemerdekaan II menulis bahwa sebelumnya Belanda memperoleh info intelijen tentang keberadaan Komandan GM/DMI II Kolonel Gatot Subroto di daerah Madoh, Kecamatan Geyer, Grobogan. Komandan Pasukan Belanda lalu mengirimkan 2 kompi yang diambil dari Purwodadi dan Gundih untuk menggempur posisi Kolonel Gatot Subroto.
Info ini sebetulnya sudah basi, Gubernur Militer Gatot Subroto sudah kembali ke markasnya di Kaliyoso. Gerakan pasukan Belanda ini terlanjur tercium pasukan Sudiarto. Mereka segera merencanakan penghadangan di Sangkrak Jambangan.
Kompi Rasmin dan Kompi Soentoro Batalyon Yusmin ditambah kompi Sawarno Yon Sudarmono dibantu Seksi TP (Tentara Pelajar) pimpinan “Kenthus” Kusmaryadi diperintahkan melakukan eksekusi.
Kontak senjata dimulai pada pagi hari sebelum matahari terbit, dipimpin langsung oleh komandan Brigade VI/SS Letkol Sudiarto.
Pasukan Belanda yang terkepung didaerah persawahan menjadi sasaran empuk pasukan TNI yang menempati perbukitan disekeliling desa Jambangan. Dalam buku Napak Tilas Route Gerilya GM/DMI II Kolonel Gatot Subroto dijelaskan bahwa pertempuran seharian penuh itu mengakibatkan sebagian besar musuh tewas.
Mereka baru bisa melarikan diri setelah meminta bantuan pesawat tempur cocor merah untuk membuka kepungan pasukan TNI. Berpuluh-puluh senjata dapat dirampas termasuk di dalamnya radio komunikasi yang teramat berharga nilainya di masa itu.
Kemenangan gemilang di Jambangan memperkuat semangat pasukan untuk mewujudkan keinginan merebut Semarang dari tangan Belanda. Letkol Sudiarto kemudian mengadakan rapat kilat di Desa Karangpung selatan Doplang Kab Blora.
Rapat yang dihadiri seluruh komandan Batalyon ini menghasilkan rencana operasi yang dikenal dengan sandi "Plan S". Inti dari rencana operasi ini adalah serangan umum terhadap Kota Semarang dari segala penjuru pada tanggal 16 Agustus 1949 jam 16:00.
Esoknya pasukan dan seluruh rakyat Semarang akan merayakan HUT Kemerdekaan bersama-sama dilanjutkan dengan parade militer besar besaran keliling Kota Semarang.
Perlu diketahui sejak Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945, belum pernah sekalipun pasukan TNI dan rakyat Semarang melakukan peringatan kemerdekaan dan upacara pengibaran bendera Merah Putih di kota Semarang.
Sudiarto memerintahkan pasukannya untuk wingate dalam formasi per regu dari kedudukannya semula. Diharapkan sudah harus berada di daerah persiapan (DP) pinggiran kota pada awal bulan Agustus.
Pembagian sektor sudah dilakukan dengan rapi demikian juga dukungan dari pasukan kawan. Plan S ini secara resmi mendapat persetujuan dan dukungan dari GM/DMI II Kolonel Gatot Subroto dengan mengirim Batalyon Mohamad Anwar bergabung.
Letda Purn S.Soeparto penyusun buku Album ke IV Perang Kemerdekaan ke II mengisahkan bahwa meski dengan perantaraan komunikasi melalui kurir penempatan pasukan sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Penempatan pasukan adalah sebagai berikut:
1. Batalyon Moenadi bertugas merebut dan menduduki pelabuhan, apabila gagal daerah pengunduran ditentukan di Genuk Sayung dan sekitarnya.
2. Batalyon Darmono merebut daerah Semarang Timur dan Tengah, daerah pengunduran ditetapkan di daerah Mranggen
3. Batalyon Yusmin merebut dan menduduki Semarang Barat, sektor ini akan mendapatkan dukungan dari kompi Ciptono dan kompi Subagio dari Brigade Ahmad Yani yang akan melakukan gerakan imbangan dengan merebut Kendal dan sekitarnya, daerah pengunduran ditetapkan di Kaliwungu
4. Batalyon Maladi Yusuf merebut daerah Mrican, Jomblang, Candi Baru dan Gajah Mungkur, daerah pengunduran ditetapkan di Mranggen
5. Batalyon Basuno dan Moh Anwar merebut dan menduduki tangsi militer di Jatingaleh. Sektor ini akan mendapatkan perkuatan 2 kompi dari Brigade Suadi di bawah pimpinan Kapten Sumarto. Untuk pengunduran ditetapkan daerah Mranggen timur
Sedang di dalam kota, pasukan Combat Inteligen sudah terbentuk dan bergerak jauh sebelumnya dipimpin oleh Letnan S.Soeparto.
Staf 1 yang beranggotakan pejuang wanita bergerak keluar masuk Kota Semarang menyamar sebagai pedagang sayur gendong bertugas mencari informasi posisi dan situasi musuh, dikoordinir oleh Soewarni Soeparmi, Soekini, Roestidarti, dan Titik Soebekti. Mereka bergerak di bawah tanah dan terbagi dalam 4 pos.
Masing-masing adalah pos 1 Indraloka di bawah pimpinan Letnan Soegiri yang sehari hari bekerja sebagai penyiar radio stasiun Semarang. Tugasnya menyiarkan perintah harian Komandan Brigade VI/SS bahwa pasukan TNI sudah berada di tengah-tengah Kota Semarang dalam usahanya merebut Kota Semarang dari tangan musuh. Diminta penduduk tenang dan membantu perjuangan TNI dan tidak perlu takut kepada TNI.
Pos 2 Jonggringsaloka dipimpin Sersan Soetiyono yang merupakan ahli teknik yang sehari hari bekerja di gardu Aniem Jatingaleh. Bertugas menghancurkan gardu induk listrik Jatingaleh apabila perintah harian Komandan Brigade usai dibacakan oleh Letnan Sugiri. Dengan demikian Kota Semarang akan menjadi gelap gulita hingga memudahkan pasukan melakukan serbuan kedalam kota.
Pos 3 Jodipati dipimpin Sersan Mayor Raksiyanto dan Pos 4 Pringgondani dipimpin Sersan Robani di daerah Kaliwungu Kendal untuk mempersiapkan tempat-tempat penampungan bagi pasukan apabila serbuan mengalami kegagalan.
Hingga tanggal 15 Agustus, Belanda di Kota Semarang sama sekali tidak mengetahui bahwa mereka akan diserang oleh kekuatan 6 batalyon TNI keesokan harinya. Lebih dari 6 batalyon bergerak serentak menuju daerah persiapan dengan waktu yang tepat meski hanya mengandalkan komunikasi kurir menjadi bukti pasukan ini berdisiplin tinggi.
Kewibawaan dan kharisma seorang Letnan Kolonel Sudiarto terbukti di sini. Dari perintah pembatalan serangan yang dikeluarkan di jam-jam terakhir serbuan, tidak ada satu peluru pun yang keluar dari moncong senapan para prajuritnya yang sudah mengepung Semarang.
Padahal bila serangan itu jadi terlaksana, dalam hitung-hitungan militer akan sangat sulit bagi Belanda untuk bertahan.
Plan “S” akan menjadi pertempuran terbesar yang dilakukan TNI selama agresi militer 2 Belanda.
Anak anak Semarang selalu mengukir sejarah dalam revolusi kemerdekaan dengan tinta emas. Pertempuran 5 hari di Semarang tercatat sebagai pertempuran pertama di Republik ini setelah Proklamasi Kemerdekaan dibacakan yang bersifat masif, total dan berlangsung berhari-hari dengan mengorbankan ribuan nyawa.
Ini menjadi bukti betapa masyarakat Semarang mencintai kemerdekaan dan mereka setia untuk membelanya walau nyawa menjadi taruhan. Begitu juga dengan "Plan S",yang terjadi di masa menjelang gencatan senjata seolah menjadi penutup yang sempurna di masa era revolusi bersenjata.


0 Komentar