Mengenang Peristiwa Proklamasi
17 Agustus 1945
Sebelum
pembacaan teks proklamasi pada tanggal 17 agustus 1945, terdapat peristiwa
penting yang tidak boleh dilupakan. Peristiwa penting tersebut merupakan
perjuangan para tokoh atau pejuang kemerdekaan untuk dapat segera memerdekakan
Indonesia.
Dimulai Pada
tanggal 12 Agustus 1945, melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam,
mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan
segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Meskipun demikian Jepang
menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus. Dua hari kemudian,
saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Syahrir
mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap
hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang.
16 Agustus
1945, gejolak tekanan di latar belakangi oleh para pengikut Sutan Syahrir yang
menginginkan pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia dari Jepang makin
memuncak dan tak terkendali. Pada siang hari mereka berkumpul di rumah Hatta,
dan sekitar pukul 10 malam di rumah Soekarno. Sekitar 15 pemuda menuntut
Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan melalui radio, disusul
pengambilalihan kekuasaan. Mereka juga menolak rencana PPKI untuk
memproklamasikan kemerdekaan pada 16 Agustus.
"Saya
menghadapi pihak pemuda, pemimpin tua dan pemimpin agama," kata Soekarno
ketika berdebat dengan para pemuda yang mendesak kemerdekaan Indonesia segera
diumumkan, 15 Agustus 1945 silam.
Peristiwa
Rengasdengklok
Dari
perdebatan dengan para tokoh pemuda, termasuk Chaerul Saleh yang tergabung
dalam gerakan bawah tanah, dini hari tanggal 16 Agustus 1945 mereka menculik
Soekarno (beserta Fatmawati dan Guntur), dan Hatta, di Rengasdengklok, yang
kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Dalam penculikan tersebut,
bermaksud meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang
telah siap untuk melawan Jepang.
Pertemuan
Soekarno-Hatta dengan Jenderal Yamamoto
Malam
harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta untuk bertemu dengan Jenderal
Yamamoto, komandan Jepang di Jawa. Dari pertemuan tersebut, Soekarno dan Hatta
menjadi yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu, dan tidak memiliki
wewenang lagi untuk memberikan kemerdekaan.
Pembacaan
Naskah Proklamasi
Setelah
diyakini bahwa situasi memungkinkan untuk membacakan teks proklamasi, maka
Soekarno, Hatta dan anggota PPKI lainnya malam itu juga rapat dan menyiapkan
teks Proklamasi. Rapat tersebut di rumah Laksamana Maeda, Soekarno bersama
tokoh perjuangan lain menulis naskah proklamasi. Tulisan itu lalu diketik oleh
Sayuti Melik.
Tepat pada
hari Jumat, 17 Agustus 1945 M atau 17 Ramadan 1365 H, pukul 10.00 pagi, 17
Agustus 1945. Bertempat di rumah Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur No.56,
Jakarta.
Pembacaan
naskah proklamasi yang berlanjut pengibaran Sang Saka Merah Putih hasil jahitan
Fatmawati, menandakan Indonesia merdeka.
Tokoh lain
yang sangat berjasa dalam peristiwa pembacaan Proklamasi diantaranya, tiga
pemuda pengibar bendera merah putih pertama yaitu Latif Hendraningrat, S. Suhut
dan Tri Murti.
Kemerdekaan
Indonesia yang dibaca oleh Soekarno-Hatta yang kemudian menjadi Presiden Dan
Wakil Presiden Indonesia yang pertama.
Kata-kata dan deklarasi proklamasi tersebut harus menyeimbangkan kepentingan kepentingan internal Indonesia dan Jepang yang saling bertentangan pada saat itu.Proklamasi tersebut menandai dimulainya perlawanan diplomatik dan bersenjata dari Revolusi Nasional Indonesia, yang berperang melawan pasukan Belanda dan warga sipil pro-Belanda, hingga Belanda secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949.[3] Pada tahun 2005, Belanda menyatakan bahwa mereka telah memutuskan untuk menerima secara de facto tanggal 17 Agustus 1945 sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia. Namun, pada tanggal 14 September 2011, pengadilan Belanda memutuskan dalam kasus pembantaian Rawagede bahwa Belanda bertanggung jawab karena memiliki tugas untuk mempertahankan penduduknya, yang juga mengindikasikan bahwa daerah tersebut adalah bagian dari Hindia Timur Belanda, bertentangan dengan klaim Indonesia atas 17 Agustus 1945 sebagai tanggal kemerdekaannya. Dalam sebuah wawancara tahun 2013, sejarawan Indonesia Sukotjo, antara lain, meminta pemerintah Belanda untuk secara resmi mengakui tanggal kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 Perserikatan Bangsa-Bangsa mengakui tanggal 27 Desember 1949 sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia.
Naskah proklamasi ditandatangani oleh Sukarno (yang menuliskan namanya sebagai "Soekarno" menggunakan ortografi Belanda) dan Mohammad Hatta, yang kemudian ditunjuk sebagai presiden dan wakil presiden berturut-turut sehari setelah proklamasi dibacakan.
Hari Kemerdekaan dijadikan sebagai hari libur nasional melalui keputusan pemerintah yang dikeluarkan pada 18 Juni 1946.
Latar Belakang
Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI (bahasa Jepang: 独立準備調査会, Dokuritsu Junbi Chōsakai), berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, bahasa Jepang: 独立準備委員会, Dokuritsu Junbi Iinkai), untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.
Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, berdasarkan tim PPKI. Meskipun demikian Terauchi, pimpinan tertinggi Jepang di Asia Tenggara dan putra mantan Perdana Menteri Terauchi Masatake, menginginkan proklamasi diadakan pada 24 Agustus 1945.
Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang telah menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang.
Komandan Jepang mendengarkan ketentuan penyerahan diri
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang secara resmi
menyerah kepada Sekutu
di kapal USS Missouri.
Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di
Indonesia karena Jepang berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia
ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh
mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk
lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka
tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi.
Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak
menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh
Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan
pemberian Jepang. Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.
Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jalan Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10:00 pagi tanggal 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No. 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.
Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10:00 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul.
Peristiwa Rengasdengklok
Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Achmad Soebardjo melakukan perundingan. Achmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Achmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Achmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu - buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang kerumah masing-masing. Mengingat bahwa Hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10:00 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.
Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Tadashi Maeda dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokyo dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.
Kediaman Laksamana Tadashi Maeda,
lokasi perumusan naskah proklamasi. Sejak 1992, gedung ini dijadikan sebagai museum.
Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda
(kini Jalan Imam Bonjol No. 1) diiringi oleh Shunkichiro Miyoshi guna melakukan
rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang
ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar
tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, Mohammad Hatta,
dan Achmad Soebardjo serta disaksikan oleh Soekarni,
B.M. Diah,
Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Miyoshi yang setengah mabuk duduk
di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada
kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan
teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti
kekuasaan administratif Tentang hal ini
Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "transfer
of power". Bung Hatta, Subardjo, B.M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sayuti
Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan
klaim Nishijima masih didengungkan.Setelah konsep selesai disepakati, Sayuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan Angkatan Laut Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler. Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jalan Proklamasi no. 1).
Detik-detik pembacaan naskah proklamasi
Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan laksamana Tadashi Maeda Jalan Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Achmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B. M. Diah, Sayuti Melik, Sukarni, dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia.Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10.00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil wali kota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.
Pengibaran bendera pada 17 Agustus 1945.
Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun
ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang
prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed
untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi
bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati
beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia
Raya.
Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Monumen
Nasional. Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S. Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.
Dikibarkannya bendera Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD)
sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45.
Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang
berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk
kemudian. Setelah itu Soekarno dan Mohammad Hatta terpilih atas usul dari Otto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
P R O K L A M A S I
Kami bangsa Indonesia
dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai
pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara saksama dan
dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8
tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta.
- Kata "Proklamasi" diubah menjadi "P R O K L A M A S I",
- Kata "Hal2" diubah menjadi "Hal-hal",
- Kata "tempoh" diubah menjadi "tempo",
- Kata "Djakarta, 17 - 8 - '05" diubah menjadi "Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05",
- Kata "Wakil2 bangsa Indonesia" diubah menjadi "Atas nama bangsa Indonesia",
- Isi naskah Proklamasi Klad adalah asli merupakan tulisan tangan sendiri oleh Ir. Soekarno sebagai pencatat, dan adalah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh Drs. Mohammad Hatta dan Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Sedangkan isi naskah Proklamasi Otentik adalah merupakan hasil ketikan oleh Mohamad Ibnu Sayuti Melik (seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan Proklamasi),
- Pada naskah Proklamasi Klad memang tidak ditandatangani, sedangkan pada naskah Proklamasi Otentik sudah ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta.
Berikut ini adalah teks pidato Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Saudara-saudara sekalian,
Saya telah minta saudara-saudara
hadir disini untuk menyaksikan satu peristiwa mahapenting dalam sejarah kita.
Berpuluh-puluh tahun kita bangsa
Indonesia telah berjoang, untuk kemerdekaan tanah air kita bahkan telah
beratus-ratus tahun! Gelombang aksi kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu
ada naiknya dan ada turunnya, tetapi jiwa kita tetap menuju ke arah cita-cita.
Juga di dalam jaman Jepang, usaha
kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak berhenti-hentinya. Di dalam
jaman Jepang ini, tampaknya saja kita menyandarkan diri kepada mereka, tetapi
pada hakekatnya, tetap kita menyusun tenaga sendiri, tetapi kita percaya kepada
kekuatan sendiri.
Sekarang tibalah saatnya kita
benar-benar mengambil sikap nasib bangsa dan nasib tanah air kita di dalam
tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan
sendiri akan dapat berdiri dengan kuatnya.
Maka kami, tadi malam telah
mengadakan musyawarat dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia dari seluruh
Indonesia. Permusyawaratan itu seia sekata berpendapat bahwa sekaranglah datang
saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.
Saudara-saudara! Dengan ini kami
menyatakan kebulatan tekad itu. Dengarkanlah proklamasi kami:
P R O K L A M A S I
Kami bangsa Indonesia
dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal yang mengenai
pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan
dengan cara saksama dan
dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Djakarta, 17 Agustus 1945
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta.
Demikianlah saudara-saudara! Kita
sekarang telah merdeka! Tidak ada suatu ikatan lagi yang mengikat tanah air
kita dan bangsa kita! Mulai saat ini kita menyusun negara kita!
Negara merdeka, negara Republik Indonesia! Merdeka, kekal, abadi! Insya
Allah Tuhan memberkati kemerdekaan kita ini. Penyebaran teks proklamasi
Wilayah Indonesia sangatlah luas. Komunikasi dan transportasi sekitar tahun 1945 masih sangat terbatas. Di samping itu, hambatan dan larangan untuk menyebarkan berita proklamasi oleh pasukan Jepang di Indonesia, merupakan sejumlah faktor yang menyebabkan berita proklamasi mengalami keterlambatan di sejumlah daerah, terutama di luar Jawa. Namun dengan penuh tekad dan semangat berjuang, pada akhirnya peristiwa proklamasi diketahui oleh segenap rakyat Indonesia. Lebih jelasnya ikuti pembahasan di bawah ini. Penyebaran proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di daerah Jakarta dapat dilakukan secara cepat dan segera menyebar secara luas. Pada hari itu juga, teks proklamasi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Domei (sekarang Kantor Berita ANTARA), Waidan B. Palenewen. Ia menerima teks proklamasi dari seorang wartawan Domei yang bernama Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang markonis), supaya berita proklamasi disiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz melaksanakan tugasnya, masuklah orang Jepang ke ruangan radio sambil marah-marah, sebab mengetahui berita proklamasi telah tersiar ke luar melalui udara.Meskipun orang Jepang tersebut memerintahkan penghentian siaran berita proklamasi, tetapi Waidan Palenewen tetap meminta F. Wuz untuk terus menyiarkan. Berita proklamasi kemerdekaan diulangi setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti. Akibat dari penyiaran tersebut, pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar tersebut disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk. Sekalipun pemancar pada kantor Domei disegel, para pemuda bersama Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio Domei) ternyata membuat pemancar baru dengan bantuan teknisi radio, di antaranya Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Mereka mendirikan pemancar baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah selanjutnya berita proklamasi kemerdekaan disiarkan.
Tulisan grafiti bertuliskan "Kemerdekaan adalah milik kita
(bangsa) Indonesia, Merdeka atau Mati!!".
Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebarluasan berita proklamasi juga
dilakukan melalui media pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam
penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi kemerdekaan dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Harian Suara Asia di Surabaya
merupakan koran pertama yang memuat berita proklamasi. Beberapa tokoh pemuda
yang berjuang melalui media pers antara lain B.M. Diah, Sayuti Melik, dan
Sumanang. Proklamasi kemerdekaan juga disebarluaskan kepada rakyat Indonesia
melalui pemasangan plakat, poster, maupun coretan pada dinding tembok dan
gerbong kereta api, misalnya dengan slogan Respect Our Constitution, August
17!!! (Hormatilah Konstitusi Kami, 17 Agustus!!!).
Melalui berbagai cara dan media tersebut, akhirnya berita Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia dapat tersebar luas di wilayah Indonesia dan di luar
negeri. Meskipun menggunakan banyak media dan alat penyebaran, sebelum tahun
2005, pihak Belanda sebagai penjajah Indonesia tak mengakui Kemerdekaan
Indonesia pada tahun 1945 (de facto) melainkan tahun 1949 tanggal 27
Desember sebagaimana pengakuan PBB (de jure) sebab mereka berpendapat bahwa pada tahun 1945, kekuasaan di Indonesia diserahkan
kepada Sekutu, bukan dibebaskan oleh Jepang. Di samping melalui
media massa, berita proklamasi juga disebarkan secara langsung oleh para utusan
daerah yang menghadiri sidang PPKI. Berikut ini para utusan PPKI yang ikut
menyebarkan berita proklamasi: - Teuku Mohammad Hassan dari Aceh,
- Sam Ratulangi dari Sulawesi,
- Ketut Pudja dari Sunda Kecil (Bali),
- A. A. Hamidan dari Kalimantan.
0 Komentar