Hasrat terhadap kebenaran disuarakan oleh Rianto Nurhadi, anak ke tiga dari lima bersaudara Mayjen Mas Tirtodarmo Haryono, ketika itu baru sembilan tahun. Ia tahu benar bahwa bapaknya ditembak oleh pasukan Cakrabirawa yang dipimpin Boengkoes. Setelah kini Boengkoes bebas, katanya: "Sebagai manusia kita harus memaafkannya", katanya kepada majalah D&R.
"Malam itu ayah, ibu dan adik saya (berumur 5 tahun) tidur bertiga. Di kamar tengah, saya dan adik saya. Saya tidur dibagian atas (tempat tidur bertingkat). Jadi saya melihat peristiwa itu. Ketika ibu membangunkan adik dalam keadaan panik kemudian lari ke kamar depan tempat dua kakak saya yang lain tidur, kemudian, ibu mengunci kamar depan sehingga hubungan dengan kamar tengah terkunci, saya tertinggal di kasur atas.
"Saya terbangun karena banyak reruntuhan tembok yang jatuh ke badan saya. Rupanya mereka juga menembak dari damping. Saya lihat diatas dan di tembok samping saya banyak bekas tembakan.
"Saya langsung turun kebawah dengan kaget dan lari ke kamar ayah saya. Di situ saya melihat ayah saya masih hidup sementara pintu sudah mulai ditembaki. Dia menyuruh saya untuk berlari lagi ke kamar sebelah dan saya menurutinya.
"Cuma, kejadian ditembaknya ayah saya tidak melihat. Yang saya lihat, pintu ditembaki, karena saya keburu lari menuruti perintah ayah. Rasanya saat itu ayah belum kena peluru karena orang-orang masih menembaki dari luar.
"Keadaan kamar waktu itu sangat gelap karena lampu dimatikan. Mereka menembak membabi buta, mereka membakar koran dan korannya ditaruh di bawah kasur. Jadi rumah kami pun hampir terbakar karena kasur ayah pun sudah terbakar.
"Ibu syok. Kami ingat sekali, setelah kejadian tersebut, kami anak-anaknya merubung ibu yang saat itu sedang mengepel darah ayah saya dan dimasukkan ke ember sambil menangis. Mulai dari kamar ayah, beliau terus mengepel sampai ke pintu luar. Kami mengikuti beliau sambil menangis.
"Saya pernah membaca di internet, salah seorang dokter yang mengotopsi tujuh Pahlawan Revolusi mengatakan semuanya tewas karena luka tembak. Lalu kemudian juga adanya saksi polisi (Soekitman) yang terbawa kesana dan masuk ke dalam truk. Katanya ia loncat dan lari dari truk. Jadi saya enggak yakin dia melihat ada pesta pora Gerwani. Mungkin harus ditanyakan juga apa yang dia alami dan lihat waktu itu. Karena sampai saat ini pun belum terbuka. Dan bagaimana cara dia lari pun belum jelas. Kami juga ingin mencari fakta dan cerita yang sebenarnya.
"Ibu itu pendiam, tak pernah mau berbicara tentang masalah itu (pengakuan Boengkoes). Pertama, kami sebagai manusia yang beragama, dengan melihat Boengkoes telah dihukum selama 33 tahun, ditambah keluarganya pun ikut 'terhukum' dengan tidak bisa bekerja dimana-mana sebagai orang yang di cap PKI, artinya dia telah menerima hukuman yang setimpal. Mudah-mudahan itu bisa menyadarkan.
"Tapi yang penting, dengan keluarnya Latief dan Boengkoes, sejarah yang benar memang akan benar-benar terungkap, bukan malah bikin mengaburkan sejarah".
0 Komentar