![]() |
| BENNY MOERDANI |
Sepanjang bulan-bulan pertama tahun 1962, infiltrasi ke Irian belum membuahkan hasil yang memuaskan. Daratan Irian terlalu luas, sementara jumlah pasukan yang diterjunkan sangat kecil. Dengan demikian, mereka bagaikan hilang tertelan ganasnya ganasnya alam Irian. Sehingga, demikian kesimpulan Achmad Yani, pertahanan Belanda sama sekali belum terancam jika hanya infiltrasi kecil-kecilan.
Pertengahan Mei 1962, Yani memimpin rapat terbatas di MBAD mengkaji pelaksanaan infiltrasi. Secara khusus diundang sejumlah perwira RPKAD. Hampir semua perwira senior RPKAD hadir, dan satu-satunya perwira dengan pangkat terendah hanya Kapten Benny Moerdani. Hari itu Benny punya tugas tambahan, ditunjuk sebagai notulis.
Yani dengan terbuka menilai, belum ada kesatuan tempur yang disusupkan ke Irian berhasil mengacaukan pertahanan Belanda. Karena itu dia menghendaki diterjunkan lagi pasukan dengan jumlah besar, agar kehadirannya bisa lebih diperhitungkan Belanda. Mengingat personil yang harus diikutkan cukup besar, maka untuk memimpin diperlukan perwira dengan pangkat dan pengalaman senior. Yani bertanya, "Pemimpin tersebut harus dipimpin Jenderal, siapa dia?".
Tak seorang pun didalam ruangan itu yang mengangkat tangan. Terpaksa tawaran terus diturunkan. Namun semua yang hadir disitu tidak ada yang berani mengacungkan tangan tanda bersedia ditugaskan sukarela. Sambil melirik Kolonel Muskita, Wakil Deputy II KASAD, Yani berkata, "Wah, Mus. Kalau begini, lebih baik Benny kita naikkan pangkatnya".
Beberapa hari setelah rapat berlangsung, Benny diminta datang ke kantor Yani di Istana Negara. Sebagai Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi (KOTI), dia juga kantor di kompleks Istana. Dalam pertemuan tersebut, Yani langsung menunjuk Benny memimpin operasi lintas udara ke Irian.
"Siap. Apa tugasnya, Pak?"
"Pokoknya, memberikan dukungan kepada para diplomat kita dalam berunding dengan Belanda. Kita harus membuktikan, punya wilayah yang berhasil kita rebut".
Pangkat Benny saat itu masih belum cukup untuk memimpin unit kesatuan besar. Namun Yani agaknya tidak punya pilihan lain. Tidak seorang pun perwira senior berani mengacungkan tangan. Maka dengan terpaksa, seorang Kapten berusia 26 tahun, dia tetapkan memimpin pasukan gabungan berkekuatan 200 orang lebih. Sebelum pisah Yani berkata, "Ben, persiapkan pasukanmu dengan baik. Nanti pasti banyak yang luka dan mati. Jangan lupa, kau bawa tim kesehatan".


0 Komentar