PERTEMPURAN KOTABARU,7 OKTOBER 1945


Dimulai dengan adanya beberapa tokoh penting lain, seperti Soendjojo, Moeridan Noto, Oemar Slamet, Oemar Djoy, Selo Ali, dan RP Soedarsono. Mereka inilah tokoh-tokoh yang berperan dalam pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR), angkatan bersenjata pertama kali yang dibentuk setelah Indonesia merdeka. Karena kenyataan di Yogyakarta masih bercokol tentara Jepang dan kedudukannya masih sangat kuat meskipun Indonesia sudah merdeka.

Akibatnya terjadilah pertempuran sengit di Yogyakarta yang bertujuan melawan pemerintahan pendudukan Jepang. Peristiwa itu dikenal dengan "Pertempuran Kotabaru" yang berlangsung pada tanggal 7 Oktober 1945. Pertempuran di Kotabaru, yang notabene salah satu kawasan pusat pemerintahan Jepang, terjadi karena pengaruh penjajah tersebut di Yogyakarta

Perlawanan dimulai dengan perebutan senjata dan perkantoran yang dilakukan oleh kesatuan-kesatuan di Yogyakarta. Para pemuda, BKR dan PETA terus melakukan tukar pendapat untuk melakukan perebutan kekuasaan terhadap Jepang. Beberapa tokoh pemuda PETA misalnya Sudarto, Syaifudin, Marsudi, Umar Slamet, Sunjoyo dan Soeharto.

Selaku Komandan Penyerbuan dipimpin oleh Umar Slamet, dimana sebelumnya Umar Slamet merupakan pimpinan TKR.

Beberapa kantor dan jawatan telah berhasil dikuasai oleh pemuda dan rakyat Yogyakarta. Beberapa pabrik dan perusahaan yang berhasil direbut, misalnya Jawatan Kehutanan, Pabrik Gula Tanjungtirtos, Medari, Rewulu, Gondangliporo, Sewugalur, dan pabrik Salakan. Pada tanggal 27 September 1945, Komite Nasional Indonesia Daerah Jogyakarta mengumumkan bahwa seluruh kekuasaan pemerintah telah berada di tangan Republik Indonesia.

Berkaitan dengan itu, maka pimpinan dan kantor-kantor penting harus berada di tangan orang Indonesia. termasuk kepala daerah Yogyakarta yang dijabat oleh Jepang yang disebut Cokan harus meninggalkan kantornya di Jalan Malioboro. Termasuk juga para petingi Jepang masih berada di Yogyakarta dan kegiatan pertahanan di markas Tentara Inti Jepang (Kidobutai). Markas ini di dalamnya terdapat gudang senjata dan terletak di sebelah timur Stadion Kridosono, yang kini digunakan sebagai Asrama Komando Resort Militer (Korem) 072 Pamungkas.Sebelum menyerbu kawasan Kotabaru, kelompok-kelompok pemuda dari Kampung Pathuk, Jagalan, Jetis Utara, dan Gowongan mengadakan pertemuan pada tanggal 5 Oktober 1945. Mereka sepakat menyiapkan sejumlah rencana untuk menguasai markas Jepang.

Pertama, para pemuda menunggu berita mengenai hasil perundingan dengan Jepang.

Kedua, melucuti senjata Jepang dengan cara damai

Ketiga, menyerbu Kidobutai kalau perundingan gagal.

Untuk penyerbuan, mereka berbagi tugas, mulai dari rencana penyerbuan, pengadaan persenjataan, persiapan pemuda yang akan melakukan serangan, hingga pimpinan penyerbuan dipegang masing-masing oleh satu orang. Setelah rencana dimatangkan, para pemuda segera menjalankan tugasnya hari itu juga. Untuk mencegah bantuan kepada Jepang yang datang dari luar, Sambungan kawat telepon rumah para pembesar dan markas Jepang diputus, perjalanan Kereta Api diawasi dan bila perlu dihentikan di perbatasan kota. Aliran listrik ke daerah Kotabaru pun dipadamkan.




Akhirnya,tanggal 5 Oktober 1945, gedung Cokan Kantai berhasil direbut dan kemudian dijadikan sebagai Kantor Komite Nasional Indonesia Daerah, Gedung Cokan Kantai kemudian dikenal dengan Gedung Nasional atau Gedung Agung.




Satu hari setelah perebutan Gedung Cokan Kantai, para pejuang Yogyakarta ingin melakukan perebutan senjata dan markas Osha Butai di Kotabaru. Untuk itu pada tanggal 6 Oktober 1945 diadakan perundingan antara pihak Indonesia dengan Jepang. Perundingan itu diadakan didalam markas Osha Butai di Kotabaru . Tampak hadir dari Indonesia antara lain Mohammad Saleh (KNI), R.P. Sudarsono dan Bardosono atas nama BKR. Dari pihak Jepang diwakili antara lain oleh Butaico Mayor Otsuka Kenpetai Sasaki, Kapten Ito dan Kiambuco. Sementara itu, sejak sore hari banyak masa rakyat dan pemuda yang hadir di sekitar markas Kotabaru.




Dalam perundingan itu, utusan Indonesia mendesak agar Jepang secara sukarela menyerahkan senjata dan kekuasaannya. Otsuka dan kawan-kawan tetap bertahan. Otsuka kemudian menyatakan bahwa untuk menyerahkan senjata harus menunggu perintah dari Jenderal Nakamura di Magelang. Untuk itu Jepang mengusulkan agar perundingan dilanjutkan esok hari sekitar pukul 10.00 WIB. Perundingan itu menemui jalan buntu. Dan dentuman granat kemudian terdengar pada pukul 20.00 WIB, memberi tanda bahwa perundingan akhirnya gagal




Rakyat dan para pemuda terus mengepung markas Osha Butai di Kotabaru. Bahkan di kampung-kampung, malam itu dilakukan persiapan pengerahan massa pemuda dengan suara siap-siap secara estafet. Dalam waktu singkat telah berkumpul banyak pemuda dan terus bergerak menuju Kotabaru. Rakyat dan para pemuda terdiri dari berbagai kesatuan, antara lain TKR, Polisi Istimewa, dan BPU (Barisan Penjagaan Umum) sudah bertekad untuk menyerbu markas Jepang di Kotabaru.

Rakyat dan Pemuda dengan senjata seperti parang dan bambu runcing sudah siap, tinggal menunggu komando. Selain itu, ada kekuatan inti yang menggunakan senjata api, yaitu sebagai berikut :

a. Pasukan Polisi istimewa yang dipimpin oleh Oni Satroatmojo

b. Pasukan TKR dibawah komando Soeharto.

Sebagai bagian dari strategi penyerbuan para pemuda telah memutuskan sambungan telepon, kemudian sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, maka sekitar pukul 03.00 WIB tanggal 7 Oktober 1945, terdengar lagi dentuman granat, menandakan aliran listrik pagar berduri yang mengelilingi markas Jepang sudah dipadamkan. Para pemuda segera menyerbu markas itu dan dimulailah pertempuran di Kotabaru. Dengan demikian, terjadilah pertempuran antara rakyat, pemuda dan kesatuan di Yogyakarta melawan tentara Jepang.




Mendengar bahwa rakyat melancarkan serangan hebat di Kotabaru, maka Butaico Pingit segera menghubungi TKR dan menyatakan menyerah, asal anak buahnya tidak disiksa. Hal ini diterima baik oleh TKR. Kemudian TKR minta agar Butaico Pingit dapat mempengaruhi Butaico Kotabaru agar menyerah. Ternyata Butaico Kotabaru menolak untuk menyerah. Skibat serangan para pejuang Indonesia semakin ditingkatkan. Jepang mulai kewalahan kemudian mengadakan kontak kepada pihak para pejuang Indonesia untuk berdamai. Para pejuang Indonesia boleh memasuki markas. Setelah pintu itu dibuka, maka para pemuda pejuang memasuki pintu, ternyata di tempat itu telah disambut tembakan gencar senapan mesin yang sudah disiapkan Jepang dengan demikian banyak pejuang kita gugur.




Melihat pemandangan itu para pejuang kita mengamuk. Beribu-ribu massa menyerbu markas. Akhirnya pihak Jepang benar-benar terdesak dan berkibarlah bendera Merah Putih. Pasukan Jepang satu per satu mulai menyerah. Senjata demi senjata beralih ke tangan pejuang Indonesia. Gudang senjata juga disebut oleh para pemuda, sehingga banyak mendapat senjata. Pada saat itu beberapa pemuda telah berhasil memasuki markas Kotabaru melalui selokan saluran air (riol) dan langsung berhadapan dengan Otsuka. Ternyata Otsuka mau menyerah, asalkan dihadapkan Yogya Koo (Kepala Daerah) Sri Sultan Hamengku Buwono IX.




Akhirnya pada tanggal 7 Oktober 1945 sekitar pukul 10.00 markas Jepeng di Kotabaru secara resmi menyerah. Kemudian berkibarlah bendera merah putih di markas Kotabaru. Beratus-ratus tentara Jepang ditahan dan senjataranya dirampas. Setelah Markas Kotabaru jatuh, usaha perebutan kekuasaan meluas R.P. Sudarsono kemudian memimpin perlucutan senjata Kaigun di Maguwo. Semua senjata, 15 truk serta beratus-ratus peti granat tangan dapat dirampas dari tangan Jepang. Dengan berakhirnya pertempuran Kotabaru dan dikuasainya Maguwo, maka Yogyakarta berada di bawah kekuasaan Republik Indonesia.

(Jogja1945)

Posting Komentar

0 Komentar