SENJATA MAKAN TUAN" JENDRAL AHMAD YANI

AhmadYani

Kolonel AhmadYani beroleh informasi penyusupan (win gate) pasukan Darul Islam di wilayah Pekalongan. Sang Kolonel tak tinggal diam. Ia memerintahkan pasukannya mencegat agar pihak lawan tak bisa bergerak leluasa.

Yani, Komandan Gerakan Banteng Nasional (GBN), dianggap sukses mempersempit ruang gerak pasukan Darul Islam Tentara Nasional Indonesia (DI/TII).

Dari pengalaman bersama GBN, Yani mulai memikirkan membentuk sebuah pasukan Anti-Gerilya. Ia mulai merancang spesifikasi pasukannya, seperti bertinggi badan cukup, berani bertempur jarak dekat, melakukan aksi pendadakan, bertempur dalam jumlah kecil, tak boleh kehilangan jejak musuh, dan mampu merebut senjata musuh.

Pasukan Anti-Gerliya tersebut akhirnya mewujud. Ia memberi nama Banteng Raiders, atau The Banteng Raiders, sesuai keputusan Panglima Tentara dan Teritorium IV/Diponegoro nomor 32/13-4/1952, tanggal 21 Maret 1952. Awal terbentuknya, pasukan The Banteng Raiders hanya terdiri dari 2 kompi.

“Satu kompi di bawah kapten Pujadi dari batalyon 401/Banteng Loreng dan satu lagi di bawah kapten Yasir Hadibroto dari batalyon 402/Rajawali," .Sebelum diterjunkan ke medan pertempuran, kedua kompi tersebut digembleng di Battle Training Centre (BTC) Bandungan, Sumowono, Jawa Tengah selama dua bulan. Latihan meliputi gemblengan fisik, melempar pisau, dan marching fire atau menembak sambil berjalan.

Di sana pula para pasukan diajarkan taktik perang paling unik, Nyundung dan Ayam Alas.

Taktik Nyundung, merupakan taktik menyergap lawan di tempat mereka berkumpul. Dalam taktik ini, prajurit Banteng Raiders harus bergerak dalam kelompok kecil, disiplin dalam penyamaran, dan sabar menunggu musuh lengah.Sementara taktik Ayam Alas, anggota Banteng Raiders berada di atas pohon untuk pengintaian. Tanpa seragam.

Keberhasialan Banteng Raiders menghentikan gerakan DI/TII membuat pasukan ini melambung. Tak lama, pasukan pun berkembang, dari 2 kompi menjadi satu batalyon.

Pada 1958, di Jawa Tengah ada dua batalyon Banteng Raiders. Hal ini menimbulkan rivalitas antara Banteng Raiders dengan RPKAD.

Di kemudian hari, pasukan bentukan Ahmad Yani tersebut tenyata balik menerkam sang perintis. Bak "senjata makan tuan".

Saat G30S meletus, Ahmad Yani menjadi salah seorang korban. Ia dijemput paksa dini hari, 1 Oktober 1965, oleh pasukan Cakrabirawa yang kebanyakan merupakan batalyon Banteng Raiders 454.

Sekira 60 anggota Banteng Raider pimpinan Letu Dul Arif, bergabung pada pasukan Cakrabirawa pimpinan Letkol Untung.

Pasukan Cakrabirawa melancarkan aksi penculikan dengan sasaran 7 jendral Angkatan Darat. Mereka berhasil membawa 6 perwira tinggi,1 perwira pertama dan seorang ajun inspektur polisi ke Lubang Buaya, Jakarta Timur. Di sana, ketujuhnya meregang nyawa dan dikubur bersamaan di satu lubang, termasuk Ahmad Yani.

Posting Komentar

0 Komentar