Setelah dipilih menjadi orang nomor satu di TNI AD, Letjen TNI Ahmad Yani dipanggil Presiden Sukarno. Pembicaraan seputar siapa saja perwira yang akan membantu Yani sebagai asisten. Yani menyodorkan satu nama sebagai Asisten I bidang intelijen: Donald Isac Pandjaitan.
Pandjaitan lahir di Balige, Sumatera Utara, 9 Juni 1925. Karier militernya dimulai pada masa pendudukan Jepang ketika menjabat Shodanco (setara mayor) Peta (Pembela Tanah Air) di Pekanbaru, Riau. Dibesarkan dalam pendidikan misi Zending dari Jerman, Rheinische Mission Geselchaft (RMG), Pandjaitan terampil berbahasa Jerman. Dia menjadi atase militer RI di Bonn, Jerman Barat antara 1956-1962.
Yani kemudian dilantik menjadi Menteri Panglima Angkatan Darat pada 21 Juli 1962. Beberapa hari sesudah pelantikan, Pandjaitan ditetapkan sebagai Asisten IV yang membidangi logisitik, bukan Asisten I sebagaimana rencana semula. Pangkatnya dinaikkan menjadi brigadir jenderal.
Pandjaitan menjadi pembantu Yani yang berperan dalam menghalau pengaruh komunis. Pada pertengahan 1965, Pandjaitan membongkar aksi penyelundupan dari kapal berbendara Republik Rakyat Tiongkok di pelabuhan Tanjung Priok. Kapal-kapal itu diduga mengangkut senjata yang digunakan dalam G30S bersama dengan peralatan untuk Conefo (Conference of New Emerging Forces).
Menurut Horst Henry Geerken, orang Jerman yang pernah mengenal Pandjaitan di Bonn, Pandjaitan bukanlah seorang antikomunis yang fanatik. “Dia mencoba untuk melakukan upaya apapun supaya Soekarno tidak bergerak lebih lanjut ke kiri,” tutur ekspatriat asal Jerman yang pernah tinggal di Indonesia selama 18 tahun dalam A Magic Gecko: CIA’s Role Behind the Fall of Soekarno.
0 Komentar