JELANG G30 S/PKI,, JENDRAL YANI TAHU KALAU MAU DI CULIK

Jendral Yani

Kalender tanggal 30 September 1965 jatuh pada hari Kamis. Pukul 08.00, Brigadir Jenderal M. Sabur menemui Presiden Sukarno guna menyerahkan sebuah berkas soal pergantian Menteri Panglima Angkatan Darat (Menpangad). Kala itu Menpangad dijabat Letnan Jenderal Ahmad Yani.

Sedari 6 Maret 1962, Yani adalah orang nomor satu di Angkatan Darat. Sukarno kemudian menorehkan tanda tangan dalam rancangan pergantian itu. Surat tersebut lalu diteruskan sekretaris presiden, Yamin.

Orang yang rencananya menggantikan Yani adalah Mayor Jenderal Moersjid. Sama seperti Yani, Moersjid punya darah Bagelen. Ayahnya berasal dari daerah di Purworejo itu dan ibunya berdarah Betawi. Jenderal kelahiran Jakarta, 10 Desember 1924 ini juga pernah dinas di PETA, seperti Yani. Moersjid adalah Shodancho PETA Jakarta.

Sukarno sudah bertanya ke Moersjid soal kesediaannya pada sore 29 September 1965. Moersjid menjawab: “Saya bersedia menerimanya.”

Tiga jam setelahnya, sekitar pukul 11.00, Brigadir Jenderal Sugandhi, salah satu orang dekat Sukarno, datang menghadap sang presiden. Kala itu Sugandhi adalah anggota DPR-GR. Kepada Sukarno, Gandhi bercerita dirinya telah bertemu dengan D.N. Aidit dan Sudisman. Keduanya mengajak Sugandhi untuk bergabung dalam aksi melawan Dewan Jenderal.

mereka berdua bilang jika Sukarno sudah tahu. Sebagai ajudan presiden, Gandhi hendak mengkonfirmasi soal tindakan terhadap para jenderal ini ke Sukarno. Gandhi tentu bertanya tentang tahu atau tidaknya presiden soal itu. Sukarno dengan nada marah menyuruh agar Gandhi jangan ikut campur. Sukarno menambahkan pula, “Kamu jangan PKI-phobi!”.

Gandhi berusaha menjelaskan bahwa Yani setia kepada presiden. Tapi Sukarno tidak termakan penjelasan Gandhi.

“Sudah! Jangan banyak bicara, jangan ikut-ikut. Kamu tahu dalam revolusi menurut Thomas Carlyle, seorang Bapak dapat memakan anaknya sendiri,” kata Sukarno.

“Waduh, kalau begitu bapak ini sudah jadi PKI,” timpal Gandhi.

“Diam kamu! Tak tempeleng pisan kowe . Sudah sudah pulang sana. Yang ngati-ati, ” pesan Sukarno yang berusaha menahan amarah.

Sugandhi tidak sakit hati dengan omongan Sukarno nan kasar. Itu hal biasa baginya.




Setelah siang yang panas bersama Sukarno itu, Gandhi pun berusaha melaporkannya kepada Yani. Ia berusaha secepatnya, namun Yani sulit ditemui. Sugandhi lalu menelepon, tapi Yani sedang menerima kedatangan Mayor Jenderal Basoeki Rachmat.

Yani akhirnya hanya bisa bicara lewat telepon. Yani tidak yakin akan penculikan atas dirinya. Dari pembicaraan itu,rasa percaya diri Yani masih cukup kuat sepanjang hubungannya dengan Sukarno.

Yani merasa omongan Sudisman dan Aidit yang katanya akan menindak jenderal adalah pancingan belaka.

Yani sendiri pernah mendapat informasi dari Mayor Jenderal Suwondo Parman, asisten intel Menpangad, tentang adanya gerakan pada 19-20 September 1965 yang dimotori PKI. Tapi gerakan itu tidak terjadi. Laporan Gandhi tentu dimentalkan Yani. Meski begitu, Yani berpesan, “kita harus berhati-hati.”




Yani tidak berusaha menambah jumlah pasukan pengawal untuk dirinya sendiri.

Pada dini hari 1 Oktober 1965, rumah Yani pun disatroni Pasukan Pasopati, yang jumlahnya cukup untuk melumpuhkan penjagaan di kediamannya. Ketika bertemu pasukan penculik, Yani yang merasa diperlakukan dengan kurang ajar sempat mengadakan perlawanan hingga dia ditembak Sersan Gijadi.

Posting Komentar

0 Komentar